Secret Of The World
Hollywood Anomali
Setelah membahas Hollywood Undercover mari kita bahas Hollywood anomali
Ada hitam ada putih. Demikian pula di Hollywood. Walau studio raksasa ini banyak sekali mengeluarkan film yang mencitra-burukkah Islam, namun ada sejumlah film yang setidaknya memiliki empati terhadap umat Muslimin. Sebut saja film Ar-Risalah (The Message), Lion of the Desert, Kingdom of Heaven, Robin Hood: Prince of Thieves, dan The 13th Warriors. Inilah beberapa anomali yang dihasilkan dari Hollywood:
The Message (1976)
Film garapan sutradara Mesir Mustafa Akkad ini menceritakan tentang sejarah lahir dan tumbuh-kembangnya Islam di masa Nabi Muhammad SAW. Sesuai dengan ajaran Islam, dalam film ini sosok Nabi Muhammad tidak ditampakkan, hanya berupa suara. Mustafa Akkad mengomentari filmnya sendiri, “Film ini sungguh bernilai bagi saya pribadi. Di luar segala perhitungan pembiayaan untuk menghasilkan film ini, ini merupakan suatu sejarah, intrik, sekaligus drama. Dengan film ini saya ingin menjembatani antara Barat dan Timur.”
“Barat sudah seharusnya memahami islam, satu agama yang dipeluk oleh lebih dari 700 juta orang seluruh dunia dan terus bertumbuh dengan pesat,” ujarnya lagi.
Kingdom of Heaven (2005)
Walau film ini mengisahkan Balian of Ibelin (Orlando Bloom), salah seorang Ksatria Perang Salib, tetapi sutradara Sir Ridley Scott menggambarkan Perang Salib secara netral. Bahkan inilah film Barat satu-satunya yang berbicara tentang Perang Salib tanpa pretensi subyektif, semata-mata didasarkan atas sejarah itu sendiri.
Dalam film kolosal yang melibatkan 1.500 figuran orang-orang Maroko sendiri, sosok Salahuddin al-Ayyubi (Ghassan Massoud) digambarkan sebagai seorang panglima perang yang adil, kokoh pendirian, penuh izzah, dan mulia. Salahuddin dan King Baldwin sebagai King Jerusalem ternyata memiliki mimpi yang sama yaitu menjadi Jerusalem sebagai kota milik tiga umat beragama bersama-sama yakni Islam, Nasrani, dan Yahudi. Upaya pertolongan Salahuddin terhadap King Baldwin yang sakit lepra pun ditampilkan.
Di sisi lain, Scott Ridley berhasil menggambarkan dua tokoh Kstaria Templar yakni Reynald de Catthilon dan Guy de Lusignan yang kasar, berangasan, dan doyan perang. Peristiwa Perang Salib pertama hingga futuhnya Yerusalem secara utuh ditampilkan dengan sangat menawan dan mengagumkan.
Bagi yang ingin mengkaji peran Ksatria Templar (Knights Templar) dalam Perang Salib pertama dan juga sosok seorang Salahuddin al-Ayyubi, ada baiknya menjadikan film ini sebagai salah satu referensi.
Robin Hood: The Prince of Thieves (1991)
Cerita film berkisar tentang sosok Robin Hood (Kevin Costner), pahlawan para miskin, yang merampok orang kaya dan membagi-bagikan hasil rampokannya kepada orang-orang tak berpunya.
Alur ceritanya sama seperti yang bisa kita baca di buku-buku cerita. Hanya saja, dalam film ini terdapat salah seorang sahabat Robin Hood yang bernama Azeem (Morgan Freeman). Selama bersahabat dengan Azzem yang Muslim, Robin Hood diperlihatkan terkagum-kagum dengan ‘peradaban’ Azzem yang memperkenalkan teleskop dan teknik persalinan, yang di Barat sendiri saat itu belum ada. Secara tidak langsung, Richard Barton Lewis sebagai produser ingin mengatakan bahwa saat itu peradaban Islam lebih maju ketimbangan peradaban Barat.
Azzem juga seorang yang setia dengan imannya. Dia tidak mau diajak minum arak yang telah menjadi tradisi orang-orang Barat. Tatkala ditanya seorang gadis yang heran melihat kulitnya hitam legam, “Apakah Tuhan mencatmu?” Azzem dengan penuh kebijakan menjawab santai, “Tentu saja, Allah menyukai perbedaan dan keragaman.”
Di saat rakyat kecil hanya bisa menyaksikan pahlawannya, Robin Hood, ditawan, seorang Azzem berteriak lantang mengajak rakyat Inggris untuk berani melawan tiran Sherif Nottingham dan membantu Robin Hood. Azeem berteriak lantang, “Rakyat Inggris! Rakyat Inggris! Lihatlah! Saya Azeem Edin Bashir Al Bakir. Saya bukan warganegara Inggris! Bukan bagian dari kamu! Tapi saya berani berjuang! Saya berperang di sisi Robin Hood! Saya berani melawan tirani yang telah menindasmu! Kalian semua harus bangkit! Jika kalian ingin bebas, kalian harus berjuang! Bergabunglah sekarang dengan kami, bantulah Robin Hood!”
Atas seruan Azzem yang penuh keberanian itu, segenap rakyat Inggris segera mengambil apa saja yang ada dan melabrak pasukannya Sherif Nottingham hingga Marie-Ann dan Robin Hood pun bebas. Film dengan anggaran US$ 48 juta ini cukup menghibur dan jujur menampilkan seorang Muslim yang semestinya.
The 13th Warriors (1999)
Wajah Islam dalam film yang diadaptasi dari novel Michael Chricton ini, Eaters of the Dead, cukup simpatik. Antonio Banderas yang memerankan seorang Muslim bernama Ahmad ibnu Fadlan Ibnu al-Abbas Ibnu Rashid Ibnu Hamad.
Novel Chricton itu juga sesungguhnya disadur dari literatur klasik Arab “Rihlah Ibn Fadhlan ila Biladit Turk war Ruus wash Shaqalibah, yang ditulis sendiri oleh Ahmad ibn Fadhlan, seorang duta kekhalifahan Abbasiyah Al-Muqtadir Billah (295 H) untuk memenuhi permintaan penguasa wilayah Slavic (Shaqalibah) yang bernama Al-Musy ibn Bulthuwar (versi arab) yang ingin mengerti lebih jauh tentang agama Islam dan syariatnya, sekaligus memohon dinasti Abbasiyah untuk membangunkan benteng maupun masjid di wilayahnya.
Rombongan perwakilan terdiri dari Ahmad ibn Fadhlan bersama beberapa ahli fiqh, ahli perjalanan dan rombongan pengawalnya, yang bertolak dari Baghdad pada bulan Shafar 309 H. Dan perjalanan ditempuh selama kurang lebih 3 tahun.
Yang menarik dari perjalanannya, pengarang mampu melukiskan deskripsi perjalanannya secara hidup. Seperti gambaran geografi wilayah yang dilewati, kondisi sosial masyarakat, agama dan kepercayaannya, sampai bentuk badan maupun wajah bangsa yang dijumpai (antropologi), dan sebagainya. Tidak terlalu mengherankan jika sosok Ahmad ibn Fadhlan mampu mendeskripsikannya secara apik, mengingat betapa telah majunya peradaban ilmu yang ada di Baghdad pada saat itu.
Perjalanannya tidak lepas dari kejutan bagi Ibn Fadhlan sendiri. Pertama, ia sebagai seorang muslim yang meyakini ketauhidan akan menemui aliran keperayaan bangsa lain yang penuh mitos. Kedua, ia sebagai bagian dari masyarakat yang berada dalam puncak peradabannya di Baghdad, akan menjumpai bangsa-bangsa yang masih terbelakang sebagaimana yang ada di kawasan Eropa Timur. Bahkan mereka tidak mengenal kebersihan seperti tidak mengenal mandi, istinja, dan malah mereka punya tradisi mandi dengan air yang dicampur ludah dan kotoran-kotoran lainnya secara bergantian.
Orang-orang Eropa Timur ini juga tidak mengenal sopan-santun dan etiket. Mereka tidak malu bercumbu dengan pasangannya di depan umum. Suatu ketika, saat bertamu di sebuah rumah, tuan rumah tanpa malu bercumbu dengan pasangannya. Ia mengucap istighfar sambil menundukkan pandangan. Melihat itu tuan rumah bercanda kepadanya, “Kalian orang Arab, seperti perawan-perawan kampungan yang malu melihat pemandangan seperti ini…”
Dalam film ini, Ibn Fadhlan menjadi Ksatria ke-13 yang bahu-membahu berjuang menghadapi penguasa lalim.
(Rz)
Baca juga Hollywood Under Cover
Dicopy dari eramuslimdigest.com edisi 3 (online)
Posting Komentar
10 Komentar
Yang pasti, kapan ya saya ke Hollywood...he..he..
Terimakasih banyak atas infonya... ^_
mungkin mereka mau tampil beda agar ga kena kritik
Salam kekerabatan.